Pagi saya sering dimulai dengan cangkir kopi panas di tangan kiri, buku catatan di tangan kanan, dan beberapa menit diam sebelum semua rutinitas memanggil. Ada sesuatu yang menenangkan saat melihat uap naik perlahan, sambil menyusun prioritas hari. Bukan ritual sakral. Hanya cara saya memberi jeda pada hari yang sering bergerak terlalu cepat. Kopi itu, entah kenapa, selalu terasa seperti pengingat bahwa hidup ini berhak dinikmati, bukan sekadar dijalani.
Prinsip sederhana menjaga keseimbangan
Keseimbangan hidup bagi saya bukan tentang membagi waktu sama rata antara kerja dan istirahat. Lebih kepada memilih apa yang harus diperjuangkan dan apa yang bisa dilepas. Ada hari ketika pekerjaan mendominasi; ada hari ketika saya sengaja menutup laptop jam tiga sore demi duduk di taman. Intinya: fleksibel. Kalau setiap hari kita memaksakan ritme yang sama, cepat atau lambat akan ada yang retak.
Saya percaya pada tiga pilar kecil: sadar, fokus, dan memaafkan diri sendiri. Sadar untuk tahu kapan energi turun, fokus untuk memanfaatkan momen produktif, dan memaafkan saat rencana berantakan. Ketiga hal ini sederhana, tetapi efeknya besar. Pernah suatu ketika saya menuliskan semua hal yang membuat berat di kepala — dan cuma dengan menulis, beban itu terasa lebih ringan. Ternyata, memberi nama pada masalah membantu kita tidak tenggelam di dalamnya.
Ngopi dulu, baru dunia (gaya santai)
Ada satu cerita kecil: suatu Senin pagi, saya telat bangun karena begadang menonton serial sampai larut. Kepala berat, mood payah. Saya hampir skip kopi. Untungnya saya sadar, langsung membuat secangkir espresso. Duduk di balkon, menatap jalan, menyesap kopi pelan. Lima menit itu mengubah keseluruhan hari. Bukan karena kafein semata. Melainkan karena saya memberi diri saya izin untuk berhenti sejenak. Itu memberi ruang bagi pikiran untuk berbenah.
Kalau kamu suka baca blog, kadang saya juga mencari inspirasi sederhana — seperti tulisan yang saya temukan di exposingmychampagneproblems yang mengingatkan pentingnya menerima ketidaksempurnaan. Tidak semua masalah perlu diselesaikan hari itu juga. Kadang cukup diakui, lalu ditunda sambil menunggu energi yang tepat untuk bertindak.
Ritual mini yang gampang diulang
Beberapa ritual kecil membantu menjaga keseimbangan tanpa drama: jalan kaki 15 menit tiap sore, membaca 20 halaman sebelum tidur, menulis tiga hal yang bersyukur setiap pagi, dan memasak sekali seminggu tanpa resep demi bersenang-senang. Ritual-ritual ini tidak menghabiskan banyak waktu, tapi membuat hari terasa lebih utuh. Mereka seperti jangkar kecil yang menahan kapal ketika ombak datang.
Saya juga menerapkan “aturan 80/20” versi pribadi: 80% fokus pada prioritas, 20% sisanya untuk hal-hal yang menyenangkan atau sekadar eksperimen. Kadang 20% itu adalah mencoba resep baru, menonton film yang lama ingin ditonton, atau ngobrol lama dengan teman. Dan percayalah, 20% itu sering kali yang mengejutkan kita dengan energi baru untuk kembali produktif.
Jangan perfeksionis, santai aja
Keseimbangan bukan tujuan yang dicapai sekali lalu selesai. Ia proses harian. Ada minggu-minggu berantakan, ada minggu-minggu mulus. Yang penting adalah memberi ruang untuk bernafas. Kalau terlalu kaku, kita mudah merasa gagal. Jadi: koreksi, bukan menyiksa. Move on, bukan menghakimi.
Saya tidak punya resep ajaib. Hanya beberapa kebiasaan kecil, secangkir kopi, dan keputusan sadar untuk tidak mengumpulkan tekanan. Hidup tetap berliku. Kadang kita akan terjebak dalam hari-hari sibuk. Saat itu datang, tarik napas. Bikin kopi. Ingat apa yang penting. Ulang lagi besok. Begitu saja—sederhana, tapi efektif.